Kecemburuan fitrah yang demikian juga dimiliki oleh kalangan sahabat
Nabi yang laki-laki. Sebagian sahabat Rasulullah pernah mempunyai rasa
cemburu yang agak berlebihan, seperti Umar bin Khatab dan Zubair bin
Awwam. Mengenai kecemburuan Umar, dikisahkan sebuah hadits dimana
Rasulullah menceritakan: “Ketika aku tidur, aku bermimpi bahwa diriku
ada di surga. Tiba-tiba ada seorang wanita sedang berwudhu di dekat
sebuah istana surga. Aku bertanya, ‘milik siapa istana itu?’ mereka
mengatakan, ‘milik Umar’, lalu aku teringat pada kecemburuan Umar,
segera saja aku pergi berlalu. Umar lantas menangis mendengar cerita
beliau seraya berkata, ‘Apakah kepadamu aku akan cemburu wahai
Rasulullah?’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kecemburuan Zubair dikenal melalui riwayat yang dikisahkan istrinya,
Asma binti Abu Bakar RA. “Pada suatu hari aku dalam perjalanan pulang
sambil memikul biji gandum di kepala. Lalu aku bertemu dengan Rasulullah
(iparnya) yang tengah bersama seseorang dari kalangan Anshar. Beliau
memanggilku dan mengatakan: ‘ikh ….Ikh…’(menyuruh untanya untuk
menunduk) agar dapat memboncengku di belakangnya. Aku merasa malu
berjalan bersama laki-laki dan teringat pada kecemburuan Zubair, sebab
Zubair termasuk orang yang sangat pencemburu. Rasulullah saw mengerti
bahwa aku merasa malu, lalu beliau pergi berlalu.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Bahkan Sa’ad bin Ubadah pernah berkata: “Seandainya aku melihat seorang
laki-laki bersama isteriku, niscaya aku pukul ia dengan pedang pada
bagian yang tajam (untuk membunuhnya).” Maka Rasulullah berkata, ‘apakah
kalian heran akan kecemburuan Sa’ad, sungguh aku lebih cemburu
daripadanya dan Allah lebih cemburu daripadaku.’” (HR. Bukhari dan
Muslim). Qais bin Zuhair juga pernah berkata: “Aku ini adalah tipe orang
yang memiliki sifat pencemburu, orang yang cepat merasa bangga dan
memiliki perangai yang kasar. Akan tetapi, aku tidak akan merasa
cemburu, sampai aku melihat sendiri dengan mata kepalaku. Aku juga tidak
merasa bangga sampai aku berbuat sesuatu yang patut untuk dibanggakan.
Aku juga tidak akan berlaku bengis sampai diriku benar-benar dizhalimi.”
Meskipun demikian, namun berkat rahmat Allah, berbagai peraturan syariat
mampu menjinakkan dan mengendalikan kecemburuan para sahabat tersebut.
Terdapat kisah seorang sahaya perempuan Umar ikut shalat Subuh dan Isya
berjamaah di masjid Nabawi. Dikatakan kepadanya: ‘mengapa kamu keluar
rumah, sedangkan kamu tahu Umar tidak senang akan hal itu dan akan
merasa cemburu?’ ia menjawab, ‘Apa yang menghalanginya untuk melarang
aku (keluar rumah untuk pergi ke masjid)?’ Lanjutnya, ‘ia justru
dihalangi untuk melarangku demikian oleh sabda Rasul ‘janganlah kamu
larang hamba wanita Allah untuk pergi ke masjid’.” (HR. Bukhari).
Tapi yang harus perlu di ingat.. cemburu itu ada dua macam: yang terpuji dan yang tercela. Cemburu yang
terpuji adalah cemburu yang tidak melewati batas syari’at. Sedang
cemburu yang tercela adalah cemburu yang melewati batas syari’at. Maka
jika kecemburuan itu melewati batas syari’at akan menjadi tercela karena
ia akan mendorong pelakunya untuk menuduh orang lain, terutama tuduhan
suami terhadap istrinya. Padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (Al-Hujurat: 12)
Dan di dalam Shahihain dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((إِيَّكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيْثِ))
“Jauhi oleh kalian prasangka karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan.”
Demikian juga kecemburuan istri pada suaminya adalah terpuji selama
tidak melewati syari’at. Di antara ujian bagi istri adalah hebatnya rasa
cemburu jika suaminya hendak menikah lagi. Bahkan karena dahsyatnya
kecemburuan seorang istri terhadap suaminya sering menyeretnya kepada
perbuatan yang diharamkan Allah, misalnya dengan melakukan praktek sihir
agar suaminya benci kepada madunya. Padahal sihir itu adalah kekufuran.
Kalau makhlukNya bisa cemburu, apakah Allah juga bisa cemburu?
Hadis
riwayat Abdullah bin Masud Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Tidak ada seorang pun yang lebih
menyukai pujian daripada Allah maka oleh karena itulah Dia memuji
Zat-Nya sendiri. Dan tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada
Allah maka karena itu Allah mengharamkan perbuatan keji. (Shahih Muslim
No.4955)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar