Analitis

Hidup Penuh Keikhlasan

Hidup Penuh Keikhlasan

Keinginan memang tidak di larang. Ia baik bagi kehidupan. Namun keinginan yg berlebihan nampaknya perlu untuk diwaspadai. Seorang manusia yg tidak mampu mengendalikan keinginan-keinginannya, hanya akan menjadikan dirinya menjadi budak. Ia tak lagi memiliki kuasa akan dirinya sendiri, tapi ia hidup dikendalikan oleh sesuatu di luar dirinya, yaitu keinginan. Ia pun terus memburu keinginan-keinginan itu, keinginan yg semakin hari semakin bertumpuk, keinginan yg pada akhirnya, pelan tapi pasti mengerogoti seluruh kedamaian batinnya, Ia pun menjadi resah, dan kebahagian yg selama ini ia idam-idamkan semakin berjalan menjauh. Untuk mengobati luka yg semakin akut ini tiada jalan yg lain kecuali membelokkan arah, berjalan menapaki jalan keikhlasan.

Ikhlas di sini bukan berarti menjalani hidup dengan pasif, melenyapkan semua kehendak. Ikhlas bukan berarti tidak berharap, tidak bergerak untuk melakukan apa-apa. Ikhlas justru membimbing kita untuk melakukan sesuatu dan bertindak dgn maksimal, hanya saja dalam setiap gerak itu kita membekali sikap penerimaan yg luar biasa. Hidup dgn ikhlas itu artinya tidak lagi melihat sesuatu sebagai sebuah kekurangan. Sebaliknya, semua telah terlihat begitu sempurna, dan penuh dgn keindahan, yang ikhlas tak mengenal kata mengeluh, yg ada hanyalah ucapan syukur atas hidup yg melimpah.
Dikasih kesehatan kita berterima kasih, lalu menggunakannya untuk melakukan kebaikan bagi orang lain, dan ketika rasa sakit tiba-tiba mendera, kita pun tetap tersenyum dgn wajah penuh syukur, karena rasa sakit itu menjadi jalan baginya untuk merenungi nikmatnya kesehatan. Diberi kekayaan kita ikhlas, dgn kekayaan itulah kita beramal diberi kemiskinan kita juga ikhlas, karena dalam kemiskinan itu kita menyadari keberadaan Tuhan Yang Maha Kaya.
Orang ikhlas dalam beramal tidak lagi berharap pujian apalagi balas jasa, dan karenanya ia tidak lagi terbebani oleh orang-orang disekitarnya. Sebaliknya orang yang tidak ikhlas menggendong beban dalam setiap lakunya, ketika ia sedikit saja melakukan kebaikan, ia mulai membuat perhitungan: apakah amalnya diketahui oleh orang lain, apakah orang yg dibaiki tadi akan balik membalas kebaikan kepadanya. Begitu harapan-harapan itu tidak kesampaian, ia mulai mengerutu. Ia anggap orang lain tdk tahu balas budi dan ia menjadi sakit hati karenanya. Inilah awal segala penderitaan baginya.

Pada titik ini, teringat saya akan sebuah nasihat apik berikut ini, "Dari dulu sampai sekarang, yang namanya hidup masih seperti itu-itu saja, menjalaninya dengan penuh kebahagiaan ataukah penuh kepedihan? Semua bergantung pada cara kita bersikap".

Mudah-mudahan kita bisa lebih ikhlas menerima kehidupan dan takdir yang telah digariskan Tuhan Semesta Raya, tanpa mengurangi kadar ikhtiar kerja kita di kehidupan ini.
Amiin…

Tidak ada komentar: